Filsafat dan pendidikan merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan. Menurut Brauner dan Burns (Problem in Education Philosophy) bahwa
pendidikan dan filsafat itu tidak dapat dipisahkan karena yang dijadikan
sasaran/tujuan pendidikan adalah juga dijadikan sasaran/tujuan filsafat yaitu
kebijaksanaan.
Filsafat sebagai ilmu karena di dalam pengertian filsafat
mengandung empat pertanyaan ilmiah, yaitu: bagaimanakah, mengapakah, kemanakah,
dan apakah.
Pertanyaan bagaimana menanyakan sifat-sifat yang dapat ditangkap
atau yang tampak oleh indera. Jawaban atau pengetahuan yang diperolehnya
bersifat deskripsi (penggambaran)
Pertanyaan mengapa menanyakan tentang sebab
(asal mula) suatu objek. Jawaban atau pengetahuan yang diperolehnya bersifat
kausalitas (sebab akibat).
Pertanyaan ke mana menanyakan tentang apa yang
terjadi dimasa lampau, masa sekarang, dan masa yang akan datang. Jawaban yang
diperoleh ada tiga jenis pengetahuan, yaitu:
- Pertama, pengetahuan yang timbul dari hal-hal yang selalu berulang-ulang (kebiasaan), yang nantinya pengetahuan tersebut dapat dijadikan sebagai pedoman.
- Kedua, pengetahuan yang timbul dari pedoman yang terkandung dalam adat istiadat/kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.
- Ketiga, pengetahuan yang timbul dari pedoman yang dipakai (hukum) sebagai suatu hal yang dijadikan pegangan. Tegasnya pengetahuan yang diperoleh dari jawaban kemanakah adalah pengetahuan normatif.
Pertanyaan apakah yang
menanyakan tentang hakikat atau inti mutlak dari suatu hal. Hakikat ini
sifatnya sangat dalam (radix) dan tidak lagi bersifat empiris, sehingga hanya
dapat dimengerti oleh akal.
Lebih lanjut Kilpatrick dalam bukunya “Philosophy
of Education”, menjelaskan bagaimana hubungan filsafat dengan pendidikan
sebagai berikut:
“Berfilsafat dan mendidik adalah dua fase dalam satu usaha;
berfilsafat adalah memikirkan dan mempertimbangkan nilai-nilai dan cita-cita
yang lebih baik, sedangkan mendidik adalah usaha merealisasikan nilai-nilai dan
cita-cita itu dalam kehidupan, dalam kepribadian manusia. Mendidik adalah
mewujudkan nilai-nilai yang dapat disumbangkan oleh filsafat, dimulai dengan
generasi muda; untuk membimbing rakyat membina nilai-nilai di dalam kepribadian
mereka, dan dengan cara ini pula cita-cita tertinggi suatu filsafat dapat
terwujud dan melembaga di dalam kehidupan mereka.”
Dengan demikian jelaslah
bahwa filsafat dan pendidikan itu tidak dapat dipisahkan. Dalam hal ini filsafatlah
yang menetapkan konsep, ide-ide dan idealisme atau ideologi yang dibutuhkan
sebagai dasar/landasan dan tujuan pendidikan. Dan pendidikan merupakan usaha
yang mengupayakan agar ide-ide tersebut menjadi kenyataan, tindakan, tingkah
laku, dan bahkan membina kepribadian. Atas dasar pemahaman itu pula maka
filsafat Pancasila selain diakui sebagai dasar dan ideologi negara dan
pandangan hidup bangsa, tetapi juga Pancasila dijadikan filsafat dan dasar
pendidikan di Indonesia. Sebagai dasar dan filsafat pendidikan berarti
Pancasila harus dijadikan landasan pemikiran dan dasar pertimbangan dalam
merumuskan kebijakan-kebijakan dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia; dan
juga harus dijadikan dasar pijakan/moral bagi pendidik (menjadi filsafat
pendidik) di dalam melaksanakan kegiatan pendidikan atau kegiatan belajar
mengajar di sekolah.
No comments:
Post a Comment