Dua bidang pengetahuan rasional yang tidak diragukan lagi
berhubungan sangat erat sejak dulu sampai sekarang ialah filsafat dan
matematika. Namun hubungan itu sering diuraikan secara keliru oleh sebagai
filsuf maupun ahli matematika. Mungkin karena terkesan oleh perkembangan
filsafat pada zaman dulu, orang memberikan kedudukan utama kepada filsafat.
Misalnya saja 3 ahli metematika Charles Brumfiel, Robert
Eicholz, dan Merrill Shanks yang bekerja sama mengarang sebuah buku pelajaran
geometri menulis pernyataan yang berikut : ”In the early Greek
civilization, philosophy was the study of all branches of knowledge. As man’s
learning increased through the ages, certain disciplines the ages,
certain discipline grew until they split away from philosophy and became
separate areas of study. We no longer think of medicine,
economics, etc, as parts of philossophy, although philosophy was the father of
all these sciences.” (Pada awal peradaban yunani, filsafat
adalah penelaahan dari semua cabang pengetahuan. Ketika pengetahuan ilmiah
manusia bertambah selama berabad – abad, cabang- cabang ilmu tertentu tumbuh sampai
mereka memisahkan diri dari filsafat dan menjadi bidang- bidang studi yang
terpisah. Kita tidak lagi menganggap ilmu kedokteran, ilmu hukum, matematika,
fisika, kimia, biologi ilmu ekonomi, dan lain- lainnya sebagai bagian-bagian
dari filsafat, meski pun filsafat merupakan ayah dari semua ilmu ini.)
Dari pihak filsuf sendiri misalnya Francis bacon (1561-1626),
toko pembaharu Zaman Renaissance dari Inggris, menyebut filsafat sebagai “the
great mother of the sciences” (ibu agung dari ilmu-ilmu). Jadi semua cabang
ilmu termasuk matematika dianggap lahir dari ”ayah” atau “ibu” yang terkenal
sebagai filsafat.
Betapa kelirunya pendapat-pendapat di atas akan ditunjukan dalam
urayan berikut. Filsafat dan geometri (suatu cabang matematika) sesungguhnya
lahir pada masa yang berbarengan, di tempat yang sama, dan dari ayah yang
tunggal, yakni sekitar 640-546 sebelum masehi, di Miletus (terletak di pantai
barat negara Turki sekarang), dan dari pikiran seorang pandai bernama Thale.
Oleh seorang ahli dewasa ini Wesley Salmon yang menulis sebuah pengantar
kefilsafatan tentang ruang, waktu, dan gerak, filsafat dan geometri
diyatakan sebagai “the twin sisters” (saudari kembar).
Daerah kelahiran filsafat dan matematika pada zaman Yunani Kuno
dapatlah kiranya dilihat pada peta yang berikut:
Thales dari Miletus oleh para penulis sejarah filsafat diakui
sebagai Ayah dari Filsafat (the Father of Philosopy). Oleh sebagian
sarjana ia dianggap sebagai ilmuwan pertama dari dunia ini karena
mempelopori ilmu ukur dan ilmu falak. Oleh orang–orang Yunani kemudian Thales
dimasukkan sebagai salah seorang dari tujuh Orang Arif Yunani (Seven Wise Men
of Greece). Ia merupakan filsuf yang mendirikan mashab filsafat alam Ionia dan
mempertanyakan unsur tunggal apa yang menjadi dasar perubahan atau membentuk
jagat ini.Jawabannya ialah bahwa materi dasar kosmis itu ialah air, sedang bumi
ini merupakan suatu benda berbentuk piring yang mengapung pada suatu kumpulan
air yang tak terbatas. Jadi Thales mempelopori kosmologi sebagai filsafat alam yang
mempersoalkan asal mula, sifat alami, dan struktur dari jagat raya ini. Sebagai
ilmuwan Thales mempelajari magnetisme dan listrik, mengemukakan pendapat bawah
bulan bersinar karena memantulkan cahaya dari matahari, dan meramalkan
terjadinya gerhana matahari pada tahun 585SM.
Sebuah legenda mengenai orang arif ini mengisahkan bahwa Thales
mengangkut garam dengan memakai keledainya. Pada suatu hari secara tak sengaja
keledai itu terjatuh di sungai sehingga garamnya larut dan bebannya menjadi
enteng. Pada waktu-waktu berikutnya keledai itu mempunyai kebiasaan menjatuhkan
diri kedalam sungai untuk meringankan bawaannya. Thales menyembuhkan kebiasaan
licik itu dengan membebani hewannya untuk mengangkut bunga karang sehingga
sepon itu menjadi lebih berat kalau kemasukan air. Ternyata budi manusia
senantiasa lebih unggul dari pada kecerdikan hewan apapun.
Dalam sejarah matematika Thales diakui sebagai pencipta dari
geometri abstrak yang pertama berdasarkan rangkaian petunjuk mengukur tanah
yang telah dipraktekkan oleh bangsa-bangsa Babylonia dan Mesir selama
berabad-abad. Ia merupakan ahli matematika Yunani pertama yang oleh Ward
Bouwama dinyatakan pula sebagai ayah dari penalaran deduktif (the father of
deductive reasoning).Thales merubah petunjuk-petunjuk praktis Babylonia dan
Mesir itu menjadi proposisi-proposisi yang secara matematis dibuktikan
kebenarannya langka demi langkah seperti yang terlihat dalam
pembuktian-pembuktian ilmu ukur dewasa ini. Ia sendiri diakui telah membuktikan
6 dalil pokok geometri, di antaranya dalil bahwa kedua sudut alas dari suatu
segitiga sama kaki adalah sama besarnya. Tetapi geometri praktis juga mendapat
perhatiannya, yakni dengan menemukan cara mengukur tinggi piramid berdasarkan
bayangannya. Untuk mengukur itu konon Thales berdiri menunggu di bawah sinar
matahari dekat sebuah piramid, dan pada saat panjang bayangan badannya sama
dengan tinggi badannya yang telah diketahui Ia lalu mengukur panjang
bayangan di tanah dari piramid itu yang tentulah merupakan pula tinggi. Cara
menghitung jarak antara sebuah kapal dengan tepi pantai ditemukan juga oleh
Thales.
Dari bukti historis di atas ternyatalah pendapat bahwa filsafat
merupakan ayah ibu dari matematika adalah keliru. Matematika tidak pernah lahir
dari filsafat, melainkan keduanya berkembang bersama-sama dengan saling
memberikan persoalan-persoalan sebagai bahan masuk dan umpan balik. Dalam
lintasan sejarah kedua
saudari kembar filsafat dan matematika itu selanjutnya tumbuh bersama-sama
dibawah asuhan filsuf yang juga ahli matematika pythagoras (572-497 S.M.). Ia
mendirikan mazhab pythagoreanisme di Crotona yang mengemukakan ajaran filsafat
bahwa substansi dari semua benda ialah bilangan dan bahwa segenap gejala alam
merupakan pengungkapan inderawi dari perbandingan-perbandingan matematis.
Mazhab ini menyimpulkan pula bahwa bilangan merupakan intisari dan dasar pokok
dari sifat-sifat benda. Filsafat pythagoras dan para penganutnya dipadatkan
menjadi sebuah dalil yang berbunyi ”Number rules the universe” (bilangan
memerintah jagad raya ini). Seiring dengan filsafat yang mengagungkan
bilangan-bilangan yang itu, Mazhab tersebut juga menelaah dan mengembangkan
pokok soal matematika yang kini termasuk teori bilangan. Misalkan saja
dipelajari susunan bilangan mempunyai bentuk geometris (figurate numbers) yang
contohnya berikut.
Berdasarkan jumlah titik dan pola susunannya kelima contoh
diatas merupakan 5 macam figurate numbers yang berikut:
A) 10 : bilangan segitiga
B) 16 : bilangan bujursangkar
C) 20 : bilangan segi-empat panjang
D) 22 : bilangan segilima
E) 25 : bilangan segi-enam
Teori bilangan itu oleh para pengikut Pythagoras dikaitkan pula
dengan ajaran mistik. Misalnya menurut kepercayaan mereka, bilangan 1 mewakili
akal, bilangan 2 mewakili pria, bilangan 3 diperuntukkan pengertian wanita,
bilangan 4 menunjuk pada keadilan (karena merupakan hasil kali dua bilangan
yang sama), sedang bilangan 5 dianggap mencerminkan perkawinan (karena
penggabungan pria dan wanita, 2 + 3) Bilangan 10 yang berbentuk geometris
segitiga dan dinamakan tetraktys karena mempunyai 4 baris dianggap sebagai
suatu bilangan yang suci. Bilangan ini merupakan penggabungan 4 hal yang
mewujudkan suatu keseluruhan dari akal dan keadilan dari pria serta wanita
maupun penciptaan kosmos dengan 4 unsur pokok berupa air, api, udara, dan
tanah.
Berdasarkan perbandingan di antara bilangan-bilangan
diperkembangkan pula teori musik. Dari penyelidikannya Pythagoras menemukan
bahwa perbedaan nada-nada dalam musik ditentukan oleh perbandingan-perbandingan
antara bilangan-bilangan bulat. Gambar biola berikut dengan seuntai senar yang
dihimpitkan di atasnya akan menjelaskan teori matematis tentang musik tersebut.
Kedudukan
jari I menghasilkan suatu panjang senar yang mengeluarkan nada C rendah, satu
oktaf di bawah nada C tengah.
Posisi
kedua yang merupakan ¾ dari panjang senar itu memberikan nada F di atas
nada C rendah.
Posisi
ketiga, 2/3 panjang senar
menghasilkan nada G.
Kedudukan
jari pada titik IV yang merupakan 1/2 dari panjang senar yang
bersangkutan memberikan nada C tengah.
Terlepas dari kelemahan-kelemahan metafisika dan doktrin mistik
Mazhabnya,Phytagoras sendiri merupakan seorang ahli dikenal oleh setiap anak
sekolah menengah karena dalil Pythagoras yang dirumuskannya : ”Jumlah dari luas
2 sisi sebuah segitiga siku-siku adalah sama dengan dua sisi miringnya” atau
lebih terkenal dengan rumus a^2 + b^2 = c^2.
Pembuktian langkah demi langkah secara matematis terhadap
kebenaran dalil Pythagoras itu kemudian dimuat dalam buku Elements yang
disusun oleh Euclides, konon seorang guru besar matematika pada universitas di
Alexandria dan juga pembentuk mazhab Alexandria dalam matematika
Hubungan timbal-balik dan saling pengaruh antara filsafat dan
matematika dipacu pula oleh filsuf Zeno dari Elea. Beliau memperbincangkan
paradoks-paradoks yang bertalian dengan pengertian-pengertian gerakan, waktu,
dan ruang yang kemudian selama berabad-abad membingungkan para filsuf dan ahli
matematika.
Dua perbincangan paradoks yang terkenal dari Zeno
(semuanya ada 4 buah ) sebagai contoh saja yang kemudian baru dapat
diselesaikan oleh para ahli matematik dalam abad 17 ialah :
1. Keganjilan Dikotomi
Menurut Zeno gerak tidaklah mungkin terjadi . Untuk sesuatu
benda bergerak mencapai suatu jarak tertentu, benda itu harus menempuh ½ dari
jarak termaksud, dan sebelum menempuh setengah jarak itu harus pula melewati ½
jarak yang terdahulu ini, demikian seterusnya setiap kali ada jarak ½
yang harus dijalani secara terus menerus. Ini berarti ruang yang dapat dibagi
dalam dikotomi yang jumlahnya tidak terhingga tidak mungkin ditempuh dalam
jangka waktu yang tertentu. Dengan demikian menurut perbincangan ini, bergerak
dari suatu titik ke titik lain tidaklah mungkin.
2. Keganjilan Achilles.
Pelari cepat Achiles tidak mungkin mengejar seekor kura-kura
yang lambat bilamana binatang itu telah berjalan mendahului pada suatu jarak
tertentu. Argumentasi yang dikemukakan Zeno ialah bahwa pada saat Achilles
mencapai titik berangkat yang pertama dari kura-kura itu binatang itu telah
berjalan maju menempuh suatu jarak tertentu. Ketika Achilles mengejar sampai
titik yang kedua itu, kura kura sudah maju lagi demikian seterusnya sehingga
binatang itu selalu berada di muka Achilles.
Paradoks-paradoks Zeno itu selama 20 abad lebih tidak dapat
dipecahkan orang secara logis. Penyelesaiannya barulah dimungkinkan setelah
ahli-ahli matematika menciptakan pengertian limit dari seri tak terhingga. Bila
suatu rangkaian bilangan betapapun banyaknya menjurus pada suatu titik (disebut
proses konvergensi), seri tersebut mempunyai sebuah limit yang merupakan jumlah
dari rangkaian itu walaupun banyaknya tak terhingga. Berdasarkan konsep-konsep
matematika yang baru itu perbincangan-perbincangan Zeno tidak lagi merupakan paradoks
karena dapat ditangani secara logis.
Seorang filsuf besar dari Yunani Kuno setelah masa hidup Zeno
yang menegaskan hubungan yang amat erat antara matematika dan filsafat ialah
Plato. Kalau pythagoras menekankan pentingnya matematika sebagai suatu sarana
atau alat bagi pemahaman filsafati, Plato menegaskan bahwa geometri sebagai
pengetahuan ilmiah berdasarkan akal murni (pure reason) menjadi kunci kearah
pengetahuan dan kebenaran filsafati serta bagi pemahaman mengenai sifat alami
dari kenyataan yang terakhir (the of ultimate reality). Menurut Plato geometri
merupakan suatu llmu yang dengan akal murni membuktikan proposisi-proposisi
abstrak mengenai hal-hal abstrak seperti misalnya garis lurus, segitiga atau
lingkaran yang sempurna. Bentuk-bentuk geometris yang abstrak ini dianggap
lebih nyata dari pada benda-benda fisik biasa yang melukiskan bentuk-bentuk itu
secara tak sempurna. Begitu tinggi penghargaannya terhadap ilmu tersebut
sehingga konon pintu gerbang Akademi Plato tempat orang belajar filsafat tertulis
kalimat berikut : Yang terjemahan Inggrisnya berarti ”Let no man ignorat of
geometry enter” (janganlah orang yang tak berpengetahuan geometri masuk). Dalam
sejarah matematika diberitakan pula bahwa Plato menyatakan : ”God ever
geometrizes” (Tuhan senantiasa bekerja dengan metode geometris).
A) 10 : bilangan segitiga
B) 16 : bilangan bujursangkar
C) 20 : bilangan segi-empat panjang
D) 22 : bilangan segilima
E) 25 : bilangan segi-enam
No comments:
Post a Comment